Senin, 09 Desember 2013



Tikus Putih ( Rattus norvegicus )

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik. Tikus termasuk hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988). Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989).Tikus putih (Rattus norvegicus) berasal dari Asia Tengah dan penggunaannya telah menyebar luas di seluruh dunia (Malole dan Pramono, 1989). Menurut Robinson (1979), taksonomi tikus laboratorium adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animal
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata (Craniata)
Kelas : Mamalia
Subkelas : Theria
Infrakelas : Eutharia
Ordo : Rodentia
Subordo : Myomorpha
Superfamili : Muroidea
Famili : Muridae
Subfamili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus sp.

Keunggulan tikus putih dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal sendirian dalam kandang asal dapat mendengar

suara tikus lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).Tikus Putih (Rattus norvegicus) Terdapat beberapa galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galurgalur tersebut antara lain : Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman (Kohn dan Bartold, 1984). Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague-Dawley dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Malole dan Pramono, 1989). Siklus hidup tikus putih (Rattus norvegicus) jarang lebih dari tiga tahun, berat badan pada umur empat minggu dapat mencapai 35-40 g dan setelah dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai bobot badan 500 g, tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 g (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 15-30 ml air. Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung air (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Rata-rata pemberian pakan harian untuk tikus Sprague- Dawley selama periode pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 g untuk jantan dan 10-15 g untuk betina (National Research Council, 1978).Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada kondisi dimana pakan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus dapat mengurangikonsumsi energinya, tetapi jika nafsu makan berlebih, tikus dapat meningkatkan penggantian energi. Adapun kriteria yang umum digunakan dalam memperkirakan kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi, pola tingkah laku, kesediaan nutrisi, aktivitas enzim, histologi jaringan dan kandungan asam amino serta protein dalam jaringan (National Research Council, 1978).

Pakan yang diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan pada tikus sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Menurut McDonald (1980), protein pakan yang diberikan pada tikus harus mengandung asam amino essensial yaitu : Arginin, Histidin, Isoleusin, Leusin, Methionin, Fenilalanin, Treonin, Tryptofan, dan Valine. Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari metal atau plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1,6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus bersih, tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering. Temeperatur ideal kandang yaitu 18-27oC atau rata-rata 22oC dan kelembaban realtif 40-70% (Malole dan Pramono, 1989).