Tikus
Putih ( Rattus norvegicus )
Hewan laboratorium atau
hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam
bidang ilmu dalam skala penelitian atau pangamatan laboratorik. Tikus termasuk
hewan mamalia, oleh sebab itu dampaknya terhadap suatu perlakuan mungkin tidak
jauh berbeda dibanding dengan mamalia lainnya (Smith and Mangkoewidjojo, 1988).
Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan
percobaan antara lain untuk mempelajari pengaruh obat-obatan, toksisitas,
metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole
dan Pramono, 1989).Tikus putih (Rattus norvegicus) berasal dari Asia
Tengah dan penggunaannya telah menyebar luas di seluruh dunia (Malole dan
Pramono, 1989). Menurut Robinson (1979), taksonomi tikus laboratorium adalah
sebagai berikut :
Kingdom
: Animal
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata (Craniata)
Kelas
: Mamalia
Subkelas
: Theria
Infrakelas
: Eutharia
Ordo
: Rodentia
Subordo
: Myomorpha
Superfamili
: Muroidea
Famili
: Muridae
Subfamili
: Murinae
Genus
: Rattus
Spesies
: Rattus sp.
Keunggulan tikus putih
dibandingkan tikus liar antara lain lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan
perkawinan musiman, dan umumnya lebih cepat berkembang biak. Kelebihan lainnya
sebagai hewan laboratorium adalah sangat mudah ditangani, dapat ditinggal
sendirian dalam kandang asal dapat mendengar
suara tikus
lain dan berukuran cukup besar sehingga memudahkan pengamatan (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988).Tikus Putih (Rattus norvegicus) Terdapat beberapa
galur tikus yang sering digunakan dalam penelitian. Galurgalur tersebut antara
lain : Wistar, Sprague-Dawley, Long Evans, dan Holdzman (Kohn dan
Bartold, 1984). Dalam penelitian ini digunakan galur Sprague-Dawley
dengan ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil dan ekornya lebih panjang
daripada badannya (Malole dan Pramono, 1989). Siklus hidup tikus putih (Rattus
norvegicus) jarang lebih dari tiga tahun, berat badan pada umur empat
minggu dapat mencapai 35-40 g dan setelah dewasa rata-rata 200-250 g, tetapi
bervariasi tergantung pada galur. Tikus jantan tua dapat mencapai bobot badan
500 g, tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 g (Smith dan Mangkoewidjojo,
1988). Kebutuhan pakan bagi seekor tikus setiap harinya kurang lebih sebanyak
10% dari bobot tubuhnya jika pakan tersebut berupa pakan kering dan dapat
ditingkatkan sampai 15% dari bobot tubuhnya jika pakan yang dikonsumsi berupa
pakan basah. Kebutuhan minum seekor tikus setiap hari kira-kira 15-30 ml air.
Jumlah ini dapat berkurang jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung
air (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Rata-rata pemberian pakan harian untuk
tikus Sprague- Dawley selama periode pertumbuhan dan reproduksi
mendekati 15-20 g untuk jantan dan 10-15 g untuk betina (National Research
Council, 1978).Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada kondisi
dimana pakan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas maka tikus dapat
mengurangikonsumsi energinya, tetapi jika nafsu makan berlebih, tikus dapat
meningkatkan penggantian energi. Adapun kriteria yang umum digunakan dalam
memperkirakan kecukupan nutrisi makanan antara lain pertumbuhan, reproduksi,
pola tingkah laku, kesediaan nutrisi, aktivitas enzim, histologi jaringan dan
kandungan asam amino serta protein dalam jaringan (National Research Council,
1978).
Pakan yang
diberikan pada tikus umumnya tersusun dari komposisi alami dan mudah diperoleh
dari sumber daya komersial. Namun demikian, pakan yang diberikan pada tikus
sebaiknya mengandung nutrien dalam komposisi yang tepat. Pakan ideal untuk
tikus yang sedang tumbuh harus memenuhi kebutuhan zat makanan antara lain
protein 12%, lemak 5%, dan serat kasar kira-kira 5%, harus cukup mengandung
vitamin A, vitamin D, asam linoleat, tiamin, riboflavin, pantotenat, vitamin
B12, biotin, piridoksin dan kolin serta mineral-mineral tertentu (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1988). Menurut McDonald (1980), protein pakan yang diberikan
pada tikus harus mengandung asam amino essensial yaitu : Arginin, Histidin,
Isoleusin, Leusin, Methionin, Fenilalanin, Treonin, Tryptofan, dan Valine.
Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih
sebagai hewan percobaan adalah perkandangan yang baik. Kandang yang digunakan
untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari metal atau
plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1,6 cm2. Alas kandang terbuat dari guntingan
kertas, serutan kayu, serbuk gergaji atau tongkol jagung yang harus bersih,
tidak beracun, tidak menyebabkab alergi dan kering. Temeperatur ideal kandang
yaitu 18-27oC atau
rata-rata 22oC dan
kelembaban realtif 40-70% (Malole dan Pramono, 1989).